Idealnya, prinsip-prinsip penerjemahan deduktif kaidah,
model, hukum, teori, pada naskah naskah bahasa Kores sebaiknya muncul dari pengalaman penerjemah sendiri lewat
pengujian induktif terhadap hipotesis abduktif pada sejumlah kasus terpisah.
Dengan abduksi, penerjemah mencoba sesuatu yang dirasa benar, barangkali
berpotensi benar, tanpa berpikir bagaimana hal tersebut akan berhasil.
Dengan induksi, penerjemah bahasa korea mengangkat kesamaan-kesamaan umum
dari materi-materi yang dihadapinya; sementara dengan deduksi, penerjemah mulai
memberlakukan kesamaan-kesamaan itu pada materi-materi baru dengan jalan memperkirakan
atau mengendalikan konsekuensi yang dibawa kesamaan-kesamaan itu. Agar
prinsip-prinsip umum tadi tidak menjadi terlalu kaku sehingga menghalangi
penerimaan penerjemah terhadap pengalaman baru (dan kemampuan untuk belajar dan
berkembang), deduksi harus terus-menerus disuapi "dari bawah", yaitu
tetap fleksibel menanggapi tekanan dari induksi dan abduksi baru untuk
memikirkan kembali apa yang menurutnya sudah dipahaminya.
Penerjemah Bahasa Korea, meskipun demikian, model ideal ini tidak selalu dapat
dilaksanakan, bahkan seringkali tidak efisien. Mempelajari prinsip-prinsip umum
melalui pengalaman abduktif dan induktif diri sendiri banyak sekali menguras
waktu dan tenaga, dan seringkali terbatas hanya seluas pengalaman pribadi si
penerjemah sendiri. Hasilnya, dengan deduksinya sendiri tentang penerjemahan,
banyak penerjemah menemukan kembali secara sederhana perputaran.
Diyakini, dalam menerjemah bahasa korea yang penting adalah menerjemahkan makna naskah aslinya,
bukan masing-masing kata. Penerjemah yang mengirimkan prinsip-prinsip deduktif
semacam itu pada kelompok diskusi Internet, lewat upaya yang melelahkan dan
banyak pemikiran penuh konsentrasi, telah mempelajari dengan cara sulit hal yang
sudah diungkapkan teoretikus penerjemahan kepada para pembacanya sejak dahulu
kala, yaitu sekitar abad 16 bila Anda memperhitungkan teori ini kembali ke
surat Jerome kepada Pammachius pada 395 M,
Kini, aku tak hanya mengakui, namun secara terbuka menyatakan
bahwa dalam menerjemahkan dari bahasa Korea-tentu saja terkecuali pada kasus
Kitab Injil, yang sintaksisnya mengandung hal-hal yang hanya diketahui
kekuasaan Tuhan-aku menerjemahkan makna per makna, bukan kata per kata.
Dua milenium yang lalu bila Anda kembali kepada Cicero, 55
tahun Sebelum Masehi:
Dan aku tidak menerjemahkan teks bahasa korea sebagai seorang juru
bahasa, tetapi sebagai seorang orator yang mempertahankan kesamaan bentuk dan
gagasan, atau seperti dikatakan orang, "gambaran" pemikiran, tetapi
dalam bahasa yang sesuai dengan yang kita gunakan..
Itu pula yang telah diajarkan instruktur-instruktur penerjemahan
kepada siswa mereka selama berpuluh-puluh tahun. Sedemikian pentingkah bagi
tiap penerjemah untuk mempelajari ulang prinsip ini dengan begitu banyak upaya?
Bukankah akan lebih dapat dipahami bila diberitahukan pada awal karier mereka
bahwa inilah aksioma mendasar dari semua penerjemahan umum di Barat, sehingga
upaya yang menghabiskan tenaga bisa dihindari?
Ya dan tidak. Upaya seperti ini tidak pernah sia-sia, karena
kita selalu belajar segala sesuatu dengan lebih mendalam, mengintegrasikannya
dengan lebih koheren ke dalam kebiasaan kita. Dalam pengertian tertentu, orang
tidak pernah belajar apapun tanpa mengujinya lebih dahulu lewat praktek-walaupun
"praktek" itu hanyalah pengalaman mengerjakan ujian tentang materi
yang diajarkan di kelas, atau membandingkannya dengan pengalaman seseorang di
masa lalu dan melihat kecocokannya.
Seorang penerjemah bahasa korea yang masih pemula dan baru mulai dan "secara
alamiah" menerjemahkan kata per kata, tidak akan mempercayai guru yang
mengatakan "terjemahkan makna dari keseluruhan kalimat, bukan tiap-tiap
kata", sampai ia membuktikan kebenaran prinsip itu pada pekerjaan menerjemah
yang sebenarnya dan merasakan kebenaran pengalamannya. Jadi, pengalaman tetap
penting, sekali pun dalam bentuk prinsip-prinsip deduktif milik orang lain yang
diajarkan.
Namun, pada saat yang sama, "diberitahu" dapat berarti
banyak menghemat waktu dan tenaga daripada "mencari tahu sendiri". Penerjemah
pemula yang sudah diberitahu agar menerjemahkan makna dari keseluruhan kali
mat, tetap harus menerapkan prinsip tersebut dalam prakteknya, tetapi kini
proses menguji lewat pengalaman itu akan difokuskan atau diarahkan dengan
"kaidah" atau "contoh" sehingga kemajuannya menuju
sasarannya jauh lebih cepat dan efektif daripada jika ia dibiarkan berkembang
sendiri.
Tentu saja, inilah dasar pemikiran yang ada di balik
pelatihan penerjemah bahasa Korea. Dengan mempertimbangkan sedikit prinsip umum dan banyak
kesempatan untuk menguji prinsip-prinsip itu dalam praktek (dan umpan balik
yang cerdas atas berhasil atau tidaknya pengujian itu), penerjemah pemula akan
cepat sekali berkembang menjadi penerjemah profesional dalam dunia kerjanya
sendiri. Praktekan Pekerjaan Anda (sebagai penerjemah pemula) di tempat kerja dan di mana saja, terutama di lingkunan peneyedia jasa penerjemah
0 komentar:
Posting Komentar